Jumat, 12 November 2010

Saat Semua Terasa Nyata

Hari minggu kemaren abis nonton Megamind di TP saya sama Chan-chan main ke rumah ortu Chan-chan di daerah ABR, kira-kira sekitar tiga menitan jaraknya dari rumah Chan-chan. Sebenernya dari pagi Chan-chan dah ditelponin ma Mama disuruh ke rumah, tapi Chan-chan lebih milih jalan ke TP (harap dicatet ya, ni kemauan Chan-chan, bukan kemauan saya). Tapi malemnya gag enak juga rasanya, jadi kita mampir ke rumah ABR.
Ternyata di ABR lagi ada sepupunya Ayah sama suami dan anaknya, mereka semua lagi sibuk ngebungkusin ma nyantelin name tag di suvenir buat pernikahan. Akhirnya kita ikut bantuin, deh. Pas saya ngeliatin suvenir-suvenir yang sudah tertempeli dengan kartu ucapan terimakasih dengan nama kita berdua tercantum diatasnya, tiba-tiba semuanya kayak menohok (duhh, cari bahasanya susah banget) tepat di ulu hati saya. Mendadak semuanya terasa begitu nyata, dengan melihat nama saya bersanding (ciiieeehhhh...) dengan Chan-chan di sebuah kartu kecil warna merah berbentuk hati, membuat pernikahan kami jadi kayak beneran aja (tolong seseorang ada yang menggeplak orang yang menulis ini, saya aja kepengen banget melakukannya setelah saya membacanya).

Semua yang telah saya dan Chan-chan lalui bersama selama enam bulan ini melintas dengan indahnya di kepala saya. Saya inget waktu kami berdua jadian, inget kata-kata Chan-chan waktu itu, inget saat-saat pahit dan manis selama kami berdua menjalani hubungan ini. Semua tawa, semua tangis, semua pertengkaran yang pernah terjadi. Bahkan saya teringat hal-hal kecil dan sepele yang pernah kami lalui. Saya ingat waktu saya merasa kesakitan karena tangan saya keseleo sampai saya nangis-nangis dan Chan-chan memeluk dan menenangkan saya. Ingat kami pernah bertengkar sampai saling teriak, meskipun pada akhirnya dan selalu kami akan berbaikan kembali. 

Semuanya itu teringat kembali di pikiran saya, disana, tepat di kamar depan rumah ABR ditengah-tengah tumpukan suvenir pernikahan yang berserakan di lantai, dengan keluarga Chan-chan di sekeliling saya. Semuanya menjadi nyata di mata saya, bahwa saya, yang dulu pernah bertanya-tanya kek apa ya cowok yang bakalan jadi suami saya (eniwei, siapa sih yang gag??), sebentar lagi akan menikah. Menikah, dengan huruf M Kapital. Semuanya itu menjadikan saya begitu sentimentil dan emosional (sedikit)

Sayangnya, cukup sentimentil dan emosional untuk menceritakan apa yang saya rasakan tersebut kepada Chan-chan di dalam mobil dalam perjalanan pulang dari ABR.

Tanpa mengalihkan  perhatiannya dari jalanan di depan, dengan tenangnya Chan-chan menyahut, "Memangnya aku ngajakin keluargaku ke Malang buat 'minta' kamu, terus keluarga kamu ke Gresik buat nentuin tanggal nikah, terus kita berdua bolak-balik ke Malang yang kalo diitung-itung jaraknya udah sama kayak dua kali keliling Indonesia, ngurusin surat-surat buat nikah yang ribetnya ngalah-ngalahin daptar CPNS, itu masih kurang nyata buat kamu? iya?" dia geleng-geleng, "Shame of you..."

Kadang saya heran banget gimana saya bisa cinta sama orang kayak Chan-chan.

Tidak ada komentar: