Senin, 12 Januari 2009

Nasib Petronas Mikroskopis


Daripada bingung mau posting apaan, akhirnya yang gak penting-gak penting pun saya uraikan juga disini. Biarin, ah. Yang penting posting!!

Anyway, saya punya temen baik yang sekarang kerja di Tarakan, Kalimantan Timur. Namanya Diding. Lengkapnya Diding Alfirmansyah (Hwehehehehe, rasain, taksebutin nama lengkapmu!!). Dia dulu temen SMA saya. Saya deket lagi sama dia setelah sempat 'menemukan' makhluk ini lewat FS dan ternyata dia masih satu kota sama saya (itu sebelum dia hijrah ke Tarakan). Dan setelah dia pindah kerja ke Tarakan, saya dan dia masih terus kontak lewat sms, terutama pas happy hour, alias pagi ampe menjelang siang karena sms murah (buat saya).

Dari kontak-lewat-sms-terutama-pas-hepihour itulah saya diceritain macem-macem. Mulai dari histerisnya dia pas dikasih proyek pembangunan mal yang katanya bakalan jadi mal terbesar se asia tenggara (si Diding ini dari desain grafis), sampai ceritanya yang lebih histeris lagi tentang kepergiannya ke Malaysia mendampingi bosnya. Tentu saja sebagai teman yang baik saya ikut bersyukur temen saya itu bisa menginjakkan kaki ke negeri tetangga sebelah, dan tak lupa menodong oleh-oleh. Dan karena Diding juga temen yang baik, dia akhirnya bersedia membelikan saya oleh-oleh, sebuah miniatur Petronas, yang katanya bener-bener mini sampai kalau mau lihat harus pake mikroskop (Saya lupa menyebutkan kalau dia agak terlalu hiperbolis kadang-kadang).

Nah, si petronas mikroskopis ini rencananya mau dia kasih begitu dia balik ke Malang, katanya sih di bulan Desember. Waktu dia belinya itu udah beberapa bulan sebelumnya--saya lupa kapan tepatnya. Sayapun dengan nggak sabar menunggu sang Diding balik ke Jawa. Bukan karena saya kangen sama dia, tapi karena saya udah nggak sabar buat memegang si petronas mikroskopis.

Tapi, ndilalah, Desember sudah mau mampus si Diding belum keliatan juga batang idungnya di Malang. Begitu saya todong dan protes, dengan entengnya si makhluk kurus ini berkilah dia cuma balik ke Malang dua hari, gak sempet kemana-mana, apalagi nemuin saya (tapi saya yakin dia masih sempet bikin acara kunjungan resmi ke tempat pacarnya, Cih.), dan dia saat itu masih di Jakarta, baru balik ke Tarakan tanggal 3 Januari.
Untuk membujuk saya yang keburu ngambek, Diding menjanjikan untuk mengirim si petronas lewat pos langsung begitu dia nyampe di Tarakan (Cuih, kenapa juga gak dari dulu dia kirim pos, coba?!). Sayapun agak calm down dengan janji-janji surga itu, dan tak lupa setiap hari saya mengingatkan dia untuk segera mengirimkan petronas imut tersebut.
Kira-kira pertengahan Januari ini, datanglah berita dari si Diding. Begini ceritanya yang dituturkan dengan (seperti biasanya) histeris, "Pip, tau gak seeh, pas kemaren mau balik ke Tarakan, aku ketinggalan pesawat. Pesawatnya berangkat jam 06.15, aku baru bangun jam 07.00!! Hiks. Akhire aku kudu beli tiket pesawat lagi, pake duit aku sendiri!! Pailit deh aku jadinya gara-gara nguras tabungan! Jadi sori ya, petronasmu baru takkirim bulan depan, setelah aku gajian!"
Saya belajar yang namanya kesabaran dengan makhluk bernama Diding dan petronas mikroskopisnya,

1 komentar:

Anonim mengatakan...

bener tuh buk, kamu ambil hikmahny aja dari pengalaman orang lain